ثِنْتَانِ لَا تُرَدَّانِ، أَوْ قَلَّمَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ، وَعِنْدَ الْبَأْسِ حِينَ يُلْحِمُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا»، قَالَ مُوسَى، وَحَدَّثَنِي رِزْقُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «وَوَقْتُ الْمَطَرِ»
“dua waktu yang doa ketika itu tidak tertolak, atau sangat sedikit sekali tertolaknya, yaitu: ketika adzan dan ketika perang saat kedua pasukan bertemu. Musa (bin Ya’qub Az Zam’i) mengatakan: Rizq bin Sa’id bin Abdirrahman menuturkan kepadaku, dari Abu Hazim, dari Sahl bin Sa’d, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau bersabda: "dan ketika turun hujan"”
يا نِساءَ المُسْلِماتِ، لا تَحْقِرَنَّ جارَةٌ لِجارَتِها، ولو فِرْسِنَ شاةٍ
“Wahai wanita Muslimah, janganlah kalian meremehkan perbuatan baik kepada tetangga walaupun berupa (menghadiahkan) kaki kambing”
مَنْ جَعَلَ الْهُمُومَ هَمًّا وَاحِدًا، هَمَّ آخِرَتِهِ، كَفَاهُ اللَّهُ هَمَّ دُنْيَاهُ، وَمَنْ تَشَعَّبَتْ بِهِ الْهُمُومُ فِي أَحْوَالِ الدُّنْيَا لَمْ يُبَالِ اللَّهُ فِي أَيِّ أَوْدِيَتِهَا هَلَكَ
“Orang yang menjadikan kegelisahannya pada satu hal saja, yaitu ia gelisah akan nasibnya di akhirat, maka Allah akan cukupkan dia sehingga tidak gelisah lagi pada urusan dunianya. Namun orang yang menjadikan kegelisahannya pada urusan-urusan dunianya, maka Allah tidak akan memperdulikan di lembah mana dia akan binasa.”
مَنْ جَعَلَ الْهُمُومَ هَمًّا وَاحِدًا، هَمَّ آخِرَتِهِ، كَفَاهُ اللَّهُ هَمَّ دُنْيَاهُ، وَمَنْ تَشَعَّبَتْ بِهِ الْهُمُومُ فِي أَحْوَالِ الدُّنْيَا لَمْ يُبَالِ اللَّهُ فِي أَيِّ أَوْدِيَتِهَا هَلَكَ
“Orang yang menjadikan kegelisahannya pada satu hal saja, yaitu ia gelisah akan nasibnya di akhirat, maka Allah akan cukupkan dia sehingga tidak gelisah lagi pada urusan dunianya. Namun orang yang menjadikan kegelisahannya pada urusan-urusan dunianya, maka Allah tidak akan memperdulikan di lembah mana dia akan binasa.”
كُنَّا مع النبيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ في غَزَاةٍ، فَكَسَعَ رَجُلٌ مِنَ المُهَاجِرِينَ، رَجُلًا مِنَ الأنْصَارِ، فَقالَ الأنْصَارِيُّ: يا لَلأَنْصَارِ، وَقالَ المُهَاجِرِيُّ: يا لَلْمُهَاجِرِينَ، فَقالَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: ما بَالُ دَعْوَى الجَاهِلِيَّةِ؟ قالوا: يا رَسولَ اللهِ، كَسَعَ رَجُلٌ مِنَ المُهَاجِرِينَ، رَجُلًا مِنَ الأنْصَارِ، فَقالَ: دَعُوهَا، فإنَّهَا مُنْتِنَةٌ فَسَمِعَهَا عبدُ اللهِ بنُ أُبَيٍّ فَقالَ: قدْ فَعَلُوهَا، وَاللَّهِ لَئِنْ رَجَعْنَا إلى المَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الأعَزُّ منها الأذَلَّ. قالَ عُمَرُ: دَعْنِي أَضْرِبُ عُنُقَ هذا المُنَافِقِ، فَقالَ: دَعْهُ، لا يَتَحَدَّثُ النَّاسُ أنَّ مُحَمَّدًا يَقْتُلُ أَصْحَابَهُ
“Kami pernah menyertai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam suatu peperangan. Tiba-tiba seorang sahabat dari kaum Muhajirin mendorong punggung seorang sahabat dari kaum Anshar. LaIu sahabat Anshar itu berseru; 'Hai orang-orang Anshar kemarilah! ' Kemudian sahabat Muhajirin itu berseru pula; 'Hai orang-orang Muhajirin, kemarilah! ' Mendengar seruan-seruan seperti itu, Rasulullah pun berkata: 'Mengapa kalian masih menggunakan cara-cara panggilan jahiliah? ' Para sahabat berkata; 'Ya Rasulullah, tadi ada seorang sahabat dari kaum Muhajirin mendorong punggung seorang sahabat dari kaum Anshar.' Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Tinggalkanlah panggilan dengan cara-cara jahiliah, karena yang demikian itu akan menimbulkan efek yang buruk.' Ternyata peristiwa itu didengar oleh Abdullah bin Ubay, seorang tokoh munafik, dan berkata; 'Mereka benar-benar telah melakukannya? Sungguh apabila kita telah kembali ke Madinah, maka orang-orang yang lebih kuat akan dapat mengusir orang-orang yang lebih lemah di sana.' Mendengar pernyataan itu, Umar berkata; 'Ya Rasulullah, izinkanlah saya untuk memenggal leher orang munafik ini.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Biarkan dan lepaskanlah ia! Supaya orang-orang tidak berkata bahwasanya Muhammad membunuh sahabatnya'.”