كُنْتُ آتي مع سَلَمَةَ بنِ الأكْوَعِ فيُصَلِّي عِنْدَ الأُسْطُوَانَةِ الَّتي عِنْدَ المُصْحَفِ، فَقُلتُ: يا أبَا مُسْلِمٍ، أرَاكَ تَتَحَرَّى الصَّلَاةَ عِنْدَ هذِه الأُسْطُوَانَةِ، قَالَ: فإنِّي رَأَيْتُ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَتَحَرَّى الصَّلَاةَ عِنْدَهَا
“Aku (Yazid bin Abi Ubaid) pernah bersama Salamah bin Al Akwa’, lalu ia shalat di sisi (di belakang) tiang yang ada di Al Mushaf. Aku bertanya: ‘Wahai Abu Muslim, aku melihat engkau shalat di belakang tiang ini, mengapa?’. Ia berkata: ‘aku pernah melihat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memilih untuk shalat di belakangnya”
ثِنْتَانِ لَا تُرَدَّانِ، أَوْ قَلَّمَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ، وَعِنْدَ الْبَأْسِ حِينَ يُلْحِمُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا»، قَالَ مُوسَى، وَحَدَّثَنِي رِزْقُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «وَوَقْتُ الْمَطَرِ»
“dua waktu yang doa ketika itu tidak tertolak, atau sangat sedikit sekali tertolaknya, yaitu: ketika adzan dan ketika perang saat kedua pasukan bertemu. Musa (bin Ya’qub Az Zam’i) mengatakan: Rizq bin Sa’id bin Abdirrahman menuturkan kepadaku, dari Abu Hazim, dari Sahl bin Sa’d, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau bersabda: "dan ketika turun hujan"”
أَرْبَعٌ مَن كُنَّ فيه كانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَمَن كَانَتْ فيه خَلَّةٌ منهنَّ كَانَتْ فيه خَلَّةٌ مِن نِفَاقٍ حتَّى يَدَعَهَا: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وإذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وإذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وإذَا خَاصَمَ فَجَرَ. غَيْرَ أنَّ في حَديثِ سُفْيَانَ: وإنْ كَانَتْ فيه خَصْلَةٌ منهنَّ كَانَتْ فيه خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ
“Empat perkara yang jika dimiliki seseorang, maka ia menjadi orang munafik yang sejati. Siapa yang memiliki salah satu dari sifat ini, maka ia memiliki bagian dari kemunafikan, sampai ia meninggalkannya: [1] jika ia bicara, ia berdusta, [2] jika ia berjanji, ia ingkar janji, [3] jika ia membuat perjanjian, ia berkhianat, [4] jika ia bertikai, ia berbuat curang. Dalam hadits dari Sufyan: Siapa yang memiliki salah satu dari sifat ini, maka ia memiliki bagian dari kemunafikan.”
الفِطْرَةُ خَمْسٌ، أَوْ خَمْسٌ مِنَ الفِطْرَةِ: الخِتَانُ، وَالِاسْتِحْدَادُ، وَنَتْفُ الإبْطِ، وَتَقْلِيمُ الأظْفَارِ، وَقَصُّ الشَّارِبِ
“Sunnah fitrah ada lima, atau lima hal yang merupakan fitrah: khitan (sunat), istihdad (mencukur rambut kemaluan), memotong kuku, mencukur kumir, dan mencabut rambut ketiak”
كنتُ مع النَّجَداتِ، فأَصَبْتُ ذُنوبًا لا أَراها إلَّا مِنَ الكَبائرِ، فذَكَرْتُ ذلكَ لابنِ عُمَرَ، قال: ما هي؟ قُلْتُ: كذا وكذا، قال: ليستْ هذهِ مِنَ الكَبائرِ؛ هُنَّ تِسْعٌ، الكَبائرُ تِسْعٌ: الإشراكُ باللهِ، وقَتْلُ نَسَمَةٍ، والفِرارُ مِنَ الزَّحفِ، وقَذْفُ المُحْصَنةِ، وأكْلُ الرِّبا، وأكْلُ مالِ اليتيمِ، وإلحادٌ في المسجدِ، والَّذي يَستَسخِرُ، وبُكاءُ الوالدينِ مِنَ العُقوقِ. قال لي ابن عمر: أتفرق من النَّارَ وَتُحِبُّ أَنْ تَدْخُلَ الْجَنَّةَ؟ قُلْتُ: إي واللهِ، قال: أَحَيٌّ والِدُكَ؟ قُلْتُ: عندي أُمِّي، قال: فواللهِ لو أَلَنْتَ لها الكلامَ، وأطعمْتَها الطَّعامَ؛ لَتَدْخُلَنَّ الجَنَّةَ ما اجتَنَبْتَ الكبائرَ
“Dahulu aku (Thaysalah) pernah bersama orang-orang Nejed. Lalu aku melakukan suatu dosa yang aku anggap dosa besar. Maka aku kabarkan hal itu kepada Ibnu Umar. Ia bertanya: dosa apa yang kau lakukan. Aku berkata: aku lakukan ini dan itu. Ibnu Umar berkata: itu bukan dosa besar. Dosa besar ada 9 : syirik kepada Allah, membunuh jiwa, kabur dari perang, menuduh wanita baik-baik berzina, makan riba, memakan harta anak yatim, melakukan penyimpangan di masjid, tidak membayar upah pekerja, membuat orang tua menangis karena perbuatan durhaka. Ibnu Umar berkata kepadaku: apakah engkau ingin menjauhkan diri dari neraka dan ingin masuk surga? Aku berkata: tentu saja. Ibnu Umar berkata: apakah orang tuamu masih hidup? Aku menjawab: ibuku masih hidup. Ibnu Umar berkata: Demi Allah, andaikan engkau lembutkan perkataanmu kepada ibumu, engkau berikan ia makan, sungguh engkau akan masuk surga selama menjauhkan diri dari dosa besar”