لمَّا نزلت : الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ شَقَّ ذلِكَ علَى المسلِمينَ فقَالوا : يا رسولَ اللَّهِ وأيُّنا لا يظلِمُ نفسَهُ ؟ قالَ : ليسَ ذلِكَ إنَّما هوَ الشِّركُ ألَم تسمَعوا ما قالَ لقمانُ لابنِهِ : يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Ketika turun ayat: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman” (QS. Al An’am: 82). “Para sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah! Siapa di antara kami yang tidak pernah berbuat zalim pada dirinya sendiri?’ Maka Nabi menjelaskan, ‘Makna ayat [tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman] tidak sebagaimana yang kalian pahami. Namun maksudnya (adalah) kesyirikan. Bukankah kalian mendengar perkataan Luqman kepada anaknya, ‘Sesungguhnya kesyirikan adalah kezaliman terbesar?’” (QS. Luqman: 13)”
لمَّا نزلت : الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ شَقَّ ذلِكَ علَى المسلِمينَ فقَالوا : يا رسولَ اللَّهِ وأيُّنا لا يظلِمُ نفسَهُ ؟ قالَ : ليسَ ذلِكَ إنَّما هوَ الشِّركُ ألَم تسمَعوا ما قالَ لقمانُ لابنِهِ : يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Ketika turun ayat: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman” (QS. Al An’am: 82). “Para sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah! Siapa di antara kami yang tidak pernah berbuat zalim pada dirinya sendiri?’ Maka Nabi menjelaskan, ‘Makna ayat [tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman] tidak sebagaimana yang kalian pahami. Namun maksudnya (adalah) kesyirikan. Bukankah kalian mendengar perkataan Luqman kepada anaknya, ‘Sesungguhnya kesyirikan adalah kezaliman terbesar?’” (QS. Luqman: 13)”
حَدَّثَنَا رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ وهو الصَّادِقُ المَصْدُوقُ، قالَ: إنَّ أحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ في بَطْنِ أُمِّهِ أرْبَعِينَ يَوْمًا، ثُمَّ يَكونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذلكَ، ثُمَّ يَكونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذلكَ، ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ مَلَكًا فيُؤْمَرُ بأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ، ويُقَالُ له: اكْتُبْ عَمَلَهُ، ورِزْقَهُ، وأَجَلَهُ، وشَقِيٌّ أوْ سَعِيدٌ، ثُمَّ يُنْفَخُ فيه الرُّوحُ، فإنَّ الرَّجُلَ مِنكُم لَيَعْمَلُ حتَّى ما يَكونُ بيْنَهُ وبيْنَ الجَنَّةِ إلَّا ذِرَاعٌ، فَيَسْبِقُ عليه ك
“Sesungguhnya kalian telah diciptakan di dalam perut ibunya selama empat puluh hari, kemudian menjadi 'alaqah (zigot) selama itu pula kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging), selama itu pula kemudian Allah mengirim malaikat yang diperintahkan empat ketetapan dan dikatakan kepadanya, tulislah amalnya, rezekinya, ajalnya dan sengsara dan bahagianya lalu ditiupkan ruh kepadanya. Dan sungguh seseorang dari kalian akan ada yang beramal hingga dirinya berada dekat dengan surga kecuali sejengkal saja lalu dia didahului oleh catatan (ketetapan takdir) hingga dia beramal dengan amalan penghuni neraka dan ada juga seseorang yang beramal hingga dirinya berada dekat dengan neraka kecuali sejengkal saja lalu dia didahului oleh catatan (ketetapan takdir) hingga dia beramal dengan amalan penghuni surga”
إنَّ أهْلَ الجَنَّةِ يَتَرَاءَوْنَ أهْلَ الغُرَفِ مِن فَوْقِهِمْ، كما يَتَرَاءَوْنَ الكَوْكَبَ الدُّرِّيَّ الغَابِرَ في الأُفُقِ، مِنَ المَشْرِقِ أوِ المَغْرِبِ، لِتَفَاضُلِ ما بيْنَهُمْ قالوا يا رَسولَ اللَّهِ تِلكَ مَنَازِلُ الأنْبِيَاءِ لا يَبْلُغُهَا غَيْرُهُمْ، قالَ: بَلَى والذي نَفْسِي بيَدِهِ، رِجَالٌ آمَنُوا باللَّهِ وصَدَّقُوا المُرْسَلِينَ
“Sesungguhnya penduduk surga, bisa saling melihat dengan ahlul ghurfah (penduduk surga yang tinggi tingkatannya). Sebagaimana mereka melihat bintang yang terang di langit, yang memancarkan cahaya di ufuk dari timur ke barat. Karena mereka penduduk surga itu bertingkat-tingkat. Para sahabat bertanya: “wahai Rasulullah, apakah tingkatan yang tinggi itu adalah tempatnya para Nabi dan tidak bisa digapai oleh selain mereka?”. Rasulullah menjawab: “(tidak demikian), bahkan demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, itu adalah tempatnya orang-orang yang beriman (dengan benar) kepada Allah dan membenarkan ajaran para Rasul”.”
لَمَّا نَزَلَتْ {الَّذِينَ آمَنُوا ولَمْ يَلْبِسُوا} [الأنعام: 82] إيمَانَهُمْ بظُلْمٍ، قُلْنَا: يا رَسولَ اللَّهِ، أَيُّنَا لا يَظْلِمُ نَفْسَهُ؟ قالَ: ليسَ كما تَقُولونَ {لَمْ يَلْبِسُوا إيمَانَهُمْ بظُلْمٍ} [الأنعام: 82] بشِرْكٍ، أَوَلَمْ تَسْمَعُوا إلى قَوْلِ لُقْمَانَ لِابْنِهِ يا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ باللَّهِ إنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Ketika turun ayat: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman” (QS. Al An’am: 82). “Para sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah! Siapa di antara kami yang tidak pernah berbuat zalim pada dirinya sendiri?’ Maka Nabi menjelaskan, ‘Makna ayat [tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman] tidak sebagaimana yang kalian pahami. Namun maksudnya (adalah) kesyirikan. Bukankah kalian mendengar perkataan Luqman kepada anaknya, ‘Sesungguhnya kesyirikan adalah kezaliman terbesar?’””