ما من مُسلمٍ يدعو بدعوةٍ ليسَ فيها إثمٌ، ولا قطيعةُ رحمٍ، إلَّا أعطاهُ اللَّهُ بِها إحدى ثلاثٍ : إمَّا أن تعجَّلَ به دعوتُهُ، وإمَّا أن يدَّخرَها لَهُ في الآخرةِ، وإمَّا أن يَصرِفَ عنهُ منَ السُّوءِ مثلَها قالوا: إذًا نُكْثرُ، قالَ: اللَّهُ أَكْثَرُ
“Tidaklah seorang muslim memanjatkan doa pada Allah yang tidak mengandung dosa dan memutus silaturahmi, melainkan pasti Allah akan beri padanya salah satu dari tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan sesuai dengan doanya, [2] Allah akan menyimpan pengabulannya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan dirinya dari kejelekan yang semisal (dengan permintaannya). Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdoa.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan doa-doa kalian.”
ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »
“Tidaklah seorang muslim memanjatkan doa pada Allah yang tidak mengandung dosa dan memutus silaturahmi, melainkan Allah akan beri padanya salah satu dari tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan sesuai dengan doanya, [2] Allah akan menyimpan pengabulannya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan dirinya dari kejelekan yang semisal (dengan permintaannya).” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdoa.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan doa-doa kalian.””
لَمَّا قَدِمَ مُعَاذٌ مِنَ الشَّامِ سَجَدَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: ( مَا هَذَا يَا مُعَاذُ؟ ) ، قَالَ : أَتَيْتُ الشَّامَ فَوَافَقْتُهُمْ يَسْجُدُونَ لِأَسَاقِفَتِهِمْ وَبَطَارِقَتِهِمْ ، فَوَدِدْتُ فِي نَفْسِي أَنْ نَفْعَلَ ذَلِكَ بِكَ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ( فَلَا تَفْعَلُوا، فَإِنِّي لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِغَيْرِ اللَّهِ ، لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَا تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا
“Ketika Mu’adz baru pulang dari negeri Syam, dia bersujud kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Nabi bersabda: “Apa ini wahai Mu’adz?!”. Mu’adz menjawab: “Aku datang ke kota Syam, dan aku mendapati mereka bersujud kepada uskup-uskup mereka dan panglima-panglima perang mereka. Maka aku ingin untuk melakukannya terhadap engkau wahai Rasulullah”. Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kamu lakukan demikian! Sesungguhnya andaikan aku memerintahkan seseorang sujud kepada selain Allah, maka aku akan perintahkan para istri agar sujud kepada suaminya. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang istri menunaikan hak Rabb-nya, sampai ia menunaikan hak suaminya”
نَهَانَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَمْرٍ كَانَ لَنَا نَافِعًا وَطَوَاعِيَةُ اللَّهِ وَرَسُولِهِ أَنْفَعُ لَنَا
“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah melarang sesuatu yang kami anggap lebih bermanfaat. Namun taat kepada Allah dan Rasul-Nya tentu lebih bermanfaat bagi kami”