كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى صَلاَةً أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ
“Biasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika setelah selesai salat, beliau menghadapkan wajahnya kepada kami”
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبَّلَ ثُمَّ صَلَّى، وَلَمْ يَتَوَضَّأْ
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mencium Aisyah kemudian salat dan tidak berwudu lagi”
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبَّلَ امْرَأَةً مِنْ نِسَائِهِ، ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ
“Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mencium salah seorang istrinya (yaitu Aisyah sendiri), kemudian beliau keluar untuk salat dan tidak berwudu lagi”
إنَّ العَهدَ الذي بيننا وبينهم الصَّلاةُ، فمَن تَرَكها فقدْ كَفَرَ
“Sesungguhnya perjanjian antara kita dan mereka (kaum musyrikin) adalah salat. Barangsiapa yang meninggalkannya, maka ia telah kafir”